Minggu, 27 November 2011

Perkembangan Mutu Atau Kualitas

Mutu atau Kualitas dewasa ini sangat berperan penting terhadap kemajuan suatu perusahaan. Jauh sebelum mutu berkembang seperti sekarang ini, ternyata bangsa Mesir Kuno telah mengenal yang namanya Mutu, hal ini terbukti ketika bangsa Mesir kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk membangun piramida. Seiring dengan perkembangan jaman maka Mutu juga mengalami beberapa tahap perubahan, yaitu :

1. Era Tanpa Inspeksi
Era ini dimulai sebelum abad ke-18, dimana produk yang dibuat tidak memperhatikan mutu. Kondisi ini mungkin terjadi jika perusahaan tersebut tidak memiliki pesaing (monopoli).

2. Era Inspeksi (Inspection)
Pada era ini (1920-an), kelompok mutu yang utama adalah bagian inspeksi sehingga mutu hanya melekat pada produk akhir. Dengan kata lain, masalah mutu hanya berkaitan dengan produk yang rusak atau cacat. Pemilihan terhadap produk akhir dilakukan dengan melakukan inspeksi. Perhatian produsen terhadap mutu sangat terbatas. Manajemen puncak sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap kualitas produk, dan tanggung jawab terhadap produk didelegasikan pada departemen inspeksi/operasi dengan titik berat pada produk akhir sebelum dilepas ke konsumen sehingga perbaikan terjadi ketika kesalahan telah terjadi.
Bagian inspeksi tidak independen, biasanya mereka melapor ke produksi. Hal ini menyebabkan perbedaan kepentingan. Seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai maka bagian produksi berusaha meloloskannya tanpa mempedulikan mutu.
Pada masa ini ada beberapa orang ahli di bidang statistik yang antara lain Walter A. Sewhart  yang menemukan konsep statistic untuk pengendalian variable-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi, dan sebagainya. Sedang H.F.Dadge dan H.G. Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk (acceptance sampling).

3. Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pada tahun 1940-an, kelompok inspeksi berkembang menjadi bagian pengendalian mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk militer yang bebas cacat. Mutu produk militer menjadi salah satu faktor yang menentukan kemenangan dalam peperangan. Hal ini harus dapat diantisipasi melalui pengendalian yang dilakukan selama proses produksi. 
Tanggug jawab mutu dialihkan ke bagian quality control yang independen. Bagian ini memiliki otonomi penuh dan terpisah dari bagian produksi. Para pemeriksa mutu dibekali dengan perangkat statistika seperti diagram kendali dan penarikan sampel untuk mendeteksi adanya penyimpangan yang terjadi dalam produk yang dihasilkan selama proses produksi. Data penyimpangan tersebut dapat diberitahukan kepada departemen produksi sebagai dasar diadakannya perbaikan terhadap proses dan system yang digunakan untuk mengolah produk. Para era ini, deteksi penyimpangan signifikan secara statistic sudah mulai dilakukan sehingga kualitas produk sudah mulai dikendalikan departemen produksi. Akan tetapi konsep kualitas masih terbatas pada atribut yang melekat pada produk yang sedang dan telah diproduksi
Pada tahap ini dikenal seorang tokoh yaitu Feigenbaum (1983) yang merupakan pelopor Total Quality Control (1960).Sedang pada tahun 1970 Feegenbaum memperkenalkan konsep Total Quality Control Organizationwide. Namun pada tahun 1983 Feigenbaum mengenalkan konsep Total Quality System.

4. Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Di era ini (1970-an), konsep mutu mengalami perluasan. Jika dulu hanya terbatas pada tahap produksi kini mulai merambah ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen jasa (seperti bengkel, energy, perencanaan dan pengendalian produksi, serta pergudangan). 
Bagian pemastian mutu difokuskan untuk memastikan proses dan mutu produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis kinerja teknis, dan petunjuk operasi untuk peningkatan mutu. Pemastian mutu bekerja sama dengan bagian-bagian lain yang bertanggung jawab penuh terhadap mutu kinerja masing-masing bagian.
Keterlibatan manajemen dalam penanganan mutu produk mulai disadari pentingnya karena keterlibatan pemasok dalam penentuan mutu produk memerlukan koordinasi dan kebijakan manajemen. Pada zaman ini mulai diperkenalkan konsep mengenai biaya mutu, yaitu pengeluaran akan dapat dikurangi jika manajemen meningkatkan aktifitas pencegahan yang merupakan hal yang lebih penting daripada upaya perbaikan mutu atas penyimpangan yang sudah terlanjur terjadi.

5. Manajemen Mutu (Quality Management)
Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo, sehingga upaya yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian mutu, tapi sangat sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Karena itu untuk mengantisipasi persaingan, aspek mutu perlu selalu dievaluasi dan direncanakan perbaikannya melalui penerapan fngsi-fungsi manajemen mutu.

6. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Dalam perkembangan manajemen mutu, ternyata bukan hanya fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap mutu. Dalam hal ini tanggung jawab terhadap mutu tidak cukup hanya dibebankan kepada suatu bagian tertentu, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh individu di perusahaan. Pola inilah yang disebut Total Quality Management.

sumber: ireztia.com & yudiansyasukman.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar